Dalam beberapa tahun terakhir, harga emas berfluktuasi secara dramatis di pasar global, seringkali menarik minat investor dan spekulan. Variabel yang berdampak pada harga emas antara lain inflasi, kebijakan moneter bank sentral dan ancaman atau resesi geopolitik. Penting untuk diingat bahwa suku bunga yang tinggi menaikkan biaya kredit, yang dapat menghalangi investor untuk membeli aset seperti emas yang tidak menghasilkan pendapatan atau bunga saat ini.
Memang emas sering dilihat sebagai lindung nilai terhadap inflasi. Ketika nilai uang menurun, harga barang dan jasa meningkat, pada gilirannya meningkatkan daya tarik emas sebagai penyimpan nilai. Namun, jika terjadi disinflasi, insentif untuk berinvestasi dalam emas tentu saja akan berkurang. Emas mungkin berada di bawah tekanan, jika inflasi menurun, terutama jika suku bunga terus meninggi.
Dalam kondisi seperti itu, investasi yang menawarkan pengembalian tetap seperti obligasi atau deposito bank, secara teori menjadi lebih menarik. Oleh karena itu, kita dapat mengantisipasi bahwa harga emas mungkin berada di bawah tekanan di lingkungan dengan tingkat suku bunga yang tinggi. Dan prospek kenaikan suku bunga lebih lanjut masih tinggi, baik di AS maupun di Eropa. Tingkat bunga marjinal yang diprediksi untuk zona euro saat ini mendekati 4%, sedangkan untuk Fed adalah 5,40%.
Jika Anda memperhatikan grafik XAUUSD, pemantul pada kisaran level $2000, telah terjadi sebanyak tiga kali yang tampaknya menjadi level resistance selama tiga tahun terakhir, bisa saja level ini menjadi benteng pertahanan yang signifikan, karena harga tidak pernah bisa naik secara permanen di atas angka tersebut, baik oleh pandemi, perang, ataupun panasnya inflasi. Harga emas mungkin tidak akan mengalami koreksi hingga ke bawah level $1600 hingga akhir tahun, tetapi emas dapat mengulang pola masa lalu jika faktor tambahan, seperti resesi tak terduga atau perdamaian tercipta yang menurunkan tensi geo-politik. Dan tetap saja sebagai pemantik utama, untuk keunggulan emas dapat di mulai dengan pelemahan USD, suku bunga yang lebih rendah, atau resesi yang menguntungkan bagi emas.
Sementara itu, pada perdagangan hari Senin (10/07), harga emas sedikit berfluktuasi di sekitar $1920, karena investor menyeimbangkan kemungkinan pengetatan moneter tambahan terhadap kekhawatiran tentang perlambatan ekonomi dunia. Lemahnya kinerja harga produsen dan konsumen China berkontribusi pada peringatan pemulihan yang tersendat dan meningkatnya ancaman deflasi. Laporan penggajian campuran dari AS menunjukkan bahwa pertumbuhan pekerjaan melambat, tetapi upah tumbuh dengan kuat dan tingkat pengangguran menurun.
Diperkirakan bahwa laporan CPI AS yang akan datang pada hari Rabu, akan memberikan pembaruan lebih lanjut mengenai tekanan inflasi. Meskipun ada pertanyaan mengenai perlunya kenaikan suku bunga tambahan setelah bulan Juli, para pedagang memperkirakan Federal Reserve untuk menaikkan suku bunga dana sebesar 25 basis poin bulan ini dengan probabilitas sekitar 92%. Diantisipasi bahwa bank sentral penting lainnya, seperti BOE, ECB dan BOC akan terus memperketat kebijakannya.
Berita lain menyebutkan, semakin banyak negara yang memulangkan cadangan emas sebagai antisipasi dampak sanksi yang dijatuhkan oleh Barat terhadap Rusia, menurut survei Invesco terhadap bank sentral dan dana kekayaan negara. Guncangan pasar keuangan tahun lalu menyebabkan para otoritas moneter dan fiskal memikirkan kembali strategi mereka, di tengah kenyataan inflasi yang lebih tinggi dan ketegangan geopolitik yang tetap terjadi. Lebih dari 85 persen dari 85 dana kekayaan negara dan 57 bank sentral yang ikut serta dalam Studi Invesco itu percaya, bahwa inflasi sekarang akan lebih tinggi dalam dekade mendatang. Emas dan obligasi pasar negara berkembang dipandang sebagai instrumen yang bagus. Namun, pembekuan hampir separuh cadangan emas dan devisa Rusia senilai 640 miliar dolar AS oleh Barat tampaknya telah memicu pergeseran.
Kekhawatiran geopolitik, dikombinasikan dengan peluang di pasar negara berkembang, juga mendorong beberapa bank sentral untuk melakukan diversifikasi atas dolar. Ada kenaikan tujuh persen responden yang percaya kenaikan utang AS juga negatif untuk dolar, meskipun sebagian besar masih melihat tidak ada alternatif untuk itu sebagai mata uang cadangan dunia.
Hampir 80 persen dari 142 institusi yang disurvei melihat ketegangan geopolitik sebagai risiko terbesar selama dekade berikutnya, sementara 83 persen menyebut inflasi sebagai kekhawatiran selama 12 bulan ke depan.
Klik disini untuk mengakses Kalender Ekonomi
Ady Phangestu
Market Analyst – HF Educational Office – Indonesia
Disclaimer : Materi ini disediakan sebagai bentuk komunikasi umum, hanya sebagai informasi semata, bukan sebagai riset investasi independen. Kami tidak menyarankan maupun rekomendasi investasi atau permintaan dengan maksud untuk pembelian atau penjualan instrumen keuangan apa pun. Semua informasi yang disajikan berasal dari sumber yang terpercaya dan bereputasi baik. Segala informasi yang memuat indikasi kinerja masa lalu, bukan merupakan jaminan atau indikator atas kinerja masa depan yang bisa diandalkan. Pengguna harus menyadari, bahwa segala investasi dalam Produk dengan Leverage memiliki tingkat ketidakpastian tertentu dan bahwa segala investasi sejenis ini, melibatkan risiko tingkat tinggi yang kewajiban dan tanggung jawabnya semata-mata ditanggung oleh pengguna. Kami tidak bertanggung jawab atas kerugian yang timbul dari investasi apa pun yang dilakukan berdasarkan informasi yang disediakan dalam komunikasi ini. Dilarang untuk memproduksi ulang atau mendistribusikan informasi ini, tanpa izin tertulis sebelumnya dari kami.
Peringatan Risiko : Perdagangan Produk dengan Leverage seperti Forex dan Derivatif mungkin tidak cocok bagi semua investor, karena mengandung risiko tingkat tinggi atas modal Anda. Sebelum melakukan perdagangan harap pastikan, bahwa Anda memahami sepenuhnya kandungan risiko yang terlibat, dengan mempertimbangkan tujuan investasi dan tingkat pengalaman Anda dan bila perlu carilah saran dan masukan dari pihak independen.