Apakah Resesi Sudah di Depan Pintu?

Definisi Resesi

Resesi pada umumnya diartikan sebuah kondisi perekonomian yang mengalami penurunan dan kelesuhan pertumbuhan Produk Domestic Bruto. Pertumbuhan perekonomian pada sektor konvensional/riil mengalami stagnan dan negative, rentang waktu ini bisa berkisar antara 1 tahun bahkan lebih secara berturut-turut.  Resesi mengakibatkan penurunan secara simultan pada setiap aktivitas ekonomi.  Penurunan pada bidang ketenagakerjaan, jumlah pengangguran, daya beli menurun, investasi merosot dll.

Investasi mengalami penurunan, maka tingkat produksi atas produk atau komoditas juga ikut menurun. Dampak nyata yang langsung adalah  pengangguran yang meningkat akibat pemutusan hubungan kerja, kondisi ini akan mengakibatkan  daya beli konsumtif  menurun yang berimbas pada turunnya keuntungan perusahaan. Jadi ini adalah sebuah efek domino.

Resesi ekonomi sering kali teriindikasi dengan menurunnya harga barang yang disebut dengan deflasi atau sebaliknya inflasi di mana harga-harga produk atau komoditas dalam negeri mengalami peningkatan secara tajam.

Berikut ini adalah beberapa indicator yang bisa dijadikan acuan pada sebuah kondisi resesi.

  • Neraca Perdagangan– Impor  lebih besar dibandingkan  ekspor. Dalam transaksi perdagangan internasional, kegiatan impor dan ekspor sangatlah wajar. Selain untuk menjalin kerja sama ekonomi, tujuan dari impor dan ekspor salah satunya adalah untuk memenuhi kebutuhan penduduk di kedua negara. Sebuah pertumbuhan yang sehat, maka neraca perdagangan semestinya tidak mengalami defisit. Negara yang kekurangan komoditas karena tidak bisa memproduksi sendiri, bisa mengimpor dari negara lain. Sebaliknya, negara kelebihan produksi bisa mengekspor ke negara yang membutuhkan. Namun, jika impor dengan ekspor tidak stabil bisa berdampak pada perekonomian negara. Nilai impor yang jauh lebih besar dibandingkan nilai ekspor berisiko pada defisit anggaran negara.
  • Tingkat pengangguran tinggi – Tenaga kerja merupakan asset bagi pabrik dan rumah produksi yang  memiliki peranan penting dalam menggerakkan perekonomian. Jika suatu negara tidak mampu menciptakan lapangan kerja , maka tingkat penggangguran akan tinggi, sehingga terjadi kesenjangan ekonomi. Maka tidak mengherankan, negara tersebut akan lebih banyak mengekspor tenaga kerja dan SDM untuk bekerja dinegara yang memiliki perekonomian yang lebih baik. Yukk, jadi TKI!  Negara yang tidak mampu menyediakan lapangan kerja akan memicu berbagai aspek kehidupan yang berkualitas rendah. Daya beli kecil,  tindak kriminal meningkat dan stabilitas pertahanan menurun.
  • Pertumbuhan ekonomi lambat  selama dua kuartal terturut-turut. Pertumbuhan ekonomi digunakan sebagai ukuran untuk menentukan baik buruknya kondisi ekonomi suatu negara. Jika pertumbuhan ekonomi  mengalami kenaikan secara signifikan, artinya negara tersebut dalam kondisi ekonomi yang kuat, begitupun sebaliknya. Pertumbuhan ekonomi ini menggunakan acuan produk domestik bruto yang merupakan hasil akumulasi konsumsi, belanja pemerintah, investasi dan ekspor yang dikurangi impor. Jika produk domestik bruto mengalami penurunan dari tahun ke tahun, dapat dipastikan bahwa pertumbuhan ekonomi negara yang bersangkutan mengalami kelesuan atau resesi.GDP AS mengalami perlambatan. Ekonomi berkembang sebesar 2% pada kuartal kedua, Departemen Perdagangan mengatakan dalam pembacaan kedua PDB pada hari Kamis. Dua persen adalah tingkat pertumbuhan terendah sejak kuartal ke_empat tahun 2018 dan turun dari pertumbuhan 3% dalam tiga bulan pertama tahun ini.
  • Tingkat Inflasi atau deflasi yang tinggi – inflasi yang terlalu tinggi akan mempersulit kondisi ekonomi, karena harga kebutuhan melonjak dan sulit dijangkau terutama masyarakat  kelas ekonomi menengah ke bawah. Kondisi ekonomi akan baik, apabila inflasi diikuti dengan daya beli masyarakat yang tinggi.Tetapi jika tidak, maka ini akan berakibat buruk. Selain  inflasi, juga terdapat sebuah kondisi deflasi. Harga-harga komoditas yang menurun drastis bisa mempengaruhi tingkat pendapatan dan laba perusahaan yang rendah. Sehingga tidak mampu menutup biaya produksi.

Disaat ini, selain dari beberapa factor diatas yang tampak didepan mata adalah :

  • GOLD, Harga emas telah naik lebih dari 20% sejak bulan Mei ketika AS dan China meningkatkan pertarungan tarif bea masuk mereka. Hampir mirip dengan surat hutang atau obligasi pemerintah, emas dikenal sebagai  safe haven atau lindung nilai di saat  ekonomi mengalami ketidakpastian.
  • Copper, Tembaga  merupakan  barometer kesehatan ekonomi karena penggunaannya dalam pembangunan rumah dan konstruksi komersial. Tembaga turun lebih dari 13% dalam setengah tahun terakhir.
  • Bonds, Obligasi atau surat hutang di tengah penurunan suku bunga , imbal hasil pada catatan Treasury 10-tahun telah turun di bawah imbal hasil 2-tahun beberapa kali sejak 14 Agustus. Pada pasar yang sehat, obligasi jangka panjang berdampak pada suku bunga yang lebih tinggi dari obligasi jangka pendek. Ketika obligasi jangka pendek memberikan hasil yang lebih tinggi, itu disebut inversi dari kurva hasil. Fenomena pasar obligasi secara historis merupakan sinyal terpercaya dari resesi .
  • Keuntungan Korporasi, Estimasi pertumbuhan penghasilan turun drastis tahun ini. Desember lalu, analis memperkirakan pertumbuhan pendapatan pada S&P 500 untuk tahun ini sekitar 7,6%,Jumlah itu sekarang hanya sekitar 2,3%.Hal ini mengidentifikasikan kondisi  ekonomi yang lesu, ancaman dari perang dagang, dan devaluasi mata uang potensial, seperti Yuan.
  • PMI– Pertumbuhan produsen AS melambat ke level terendah dalam hampir 10 tahun pada bulan Agustus. PMI manufaktur A.S. 49,9 pada bulan Agustus, turun dari 50,4 pada bulan Juli. Angka ini berada di bawah ambang batas 50,0 yang netral untuk pertama kalinya sejak September 2009. Setiap pembacaan di bawah 50 menandakan kontraksi. Pada bulan Juli, anggota Federal Reserve menyatakan keprihatinan tentang sektor-sektor ekonomi yang lemah seperti manufaktur. Mereka mengatakan perang perdagangan AS-China, bertepatan dengan kekhawatiran pertumbuhan global, terus membebani kepercayaan bisnis dan rencana belanja modal perusahaan, hal ini yang terungkap pada risalah FED bulan sebelumnya.

     

    Ady Phangestu

    Analis – hfindonesia

    Disclaimer : Materi ini diedarkan sebagai bahan komunikasi umum dan hanya bertujuan sebagai informasi dan bukan merupakan riset investasi independen. Komunikasi ini tidak mengandung, saran investasi atau rekomendasi investasi atau permintaan dengan tujuan pembelian atau penjualan instrumen keuangan apa pun. Semua informasi yang kami edarkan berasal dari sumber yang terpercaya , memiliki reputasi baik. Informasi apa pun pada kinerja masa lalu, bukan merupakan jaminan atau indikasi kinerja masa depan yang dapat diandalkan. Pengguna harus menyadari, bahwa setiap investasi dalam Produk Leveraged memiliki tingkat ketidakpastian tertentu dan investasi apa pun yang sejenis ini melibatkan risiko tingkat tinggi yang menjadi tanggung jawab bagi pengguna. Kami tidak bertanggung jawab atas kerugian yang timbul dari investasi yang dilakukan berdasarkan informasi yang disediakan dalam komunikasi ini. Komunikasi ini tidak boleh direproduksi atau didistribusikan lebih lanjut tanpa izin tertulis sebelumnya dari kami.